Total Tayangan Halaman

Minggu, 12 April 2015

Refleksi Perkuliahan Rabu, 1 April 2015

"Semantik dan Sintaknya Pembelajaran"

Dalam bahasa terdapat dua hal yang perlu dipahami yaitu semantik dan sintaks. Jika dunia itu dibongkar hanya terdiri dari sintaks dan semantik. Semantik adalah maknanya sedangkan sintaks adalah kerangkanya. Semantik itu yang ada di bumi beserta contohnya, lain halnya dengan sintaks yang berada d langit seperti contohnya PR, baju, wadah, kerangka, logika. Bahkan yang kita lihat itu merupakan bagian dari sintaks.
Dalam kuliah Learning Trajectory agar mengetahui esensinya tentang bagaimana guru saat melaksanakan proses pembelajaran, bagaimana siswa belajar, serta bagaimana siswa berpikir maka diharuskan untuk mengetahui teori yang mendasarinya. Melalui berbagai macam teori belajar mengajar itu hakikatnya sebagai calon pendidik kita akan menjadi tahu peranannya.  Mulai dari teori behaviorisme (tokohnya adalah B. F. Skinner yang menekankan pada operan kondisioning; sementara Albert Bandura menekankan pada teori belajar sosial bahwasannya perilaku, lingkungan, dan kognisi akan mempengaruhi perkembangan individuu); teori belajar kognitif (dengan tokohnya yaitu Jean Piaget dan Vygotsky). Melalui berbagai teori-teori belajar inilah maka muncul berbagai pendekatan pembelajaran diantaranya seperti konstruktivisme dan muncul pula model pembelajaran misalkan Problem Based Learning (PBL) dan Realistic Mathematic Education (RME) yang menyesuaikan dengan pola perkembangan berpikir anak ketika belajar.
Maka dari itu sebagai mahasiswa diharapkan untuk mempelajarinya karena ini sebagai fasilitas dan bekal pengetahuan sebelum mengajar. Jadi saat bermanfaat sekali jika Prof. Marsigit memberikan berbagai refrensi teori belajar mengajar dengan membagikan alamat link sebagai sumber belajar para mahasiswa. Itulah peran dosen sebagai fasilitator yang memfasilitasi belajar mahasiswanya. Bahkan hal tersebut juga akan berperan sekali sebagai bekal calon pendidik sewaktu mengajar siswa-siswanya nanti di lapangan. Peran dosen dan peran guru sebagai fasilitator yang bersifat demikian sama saja halnya dengan konsep ZPD (Zone of Proximal Development) dalam teorinya Vygotsky. Zone of Proximal Development (ZPD) diartikan sebagai:
“Jarak antara tingkat perkembangan actual yang ditentukan oleh pemecahan masalah secara independen dan tingkat perkembangan potensial yang ditentukan lewat pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau dalam kolaborasinya dengan rekan-rekan yang lebih mampu”.

Dengan kata lain, ZPD adalah area di mana anak tidak bisa memecahkan masalah sendirian tapi berhasil dapat menyelesaikannya di bawah bimbingan atau bekerja sama dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih maju. Baik Prof. Marsigit selaku dosen maupun guru sebagai pendidik dalam membelajarkan siswanya secara tidak langsung berarti telah menerapkannya, karena pentingnya peran orang dewasa atau pengasuh dalam membimbing pembelajaran siswa. Hal ini sangat memungkinkan pembelajaran dapat berlangsung. Kuncinya adalah pada akhirnya siswa akan dapat melakukan tugas yang sama atau memahami konsep dengan bantuan dari rekan atau pendidik. Namun, pendidik, orang tua, dan rekan-rekan yang kompeten harus mengingat bahwa kegiatan di mana anak terlibat menjadi tidak terlalu sulit atau terlalu sederhana, yang mengarah pada pertumbuhan dan pembelajaran yang sukses.
Konsep di atas sama seperti dengan semboyan pendidikan yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.  Tetapi penekanannya dalam hal ini jika dikaitkan lebih kepada “Ing madya mangun karsa”. Ing Madya artinya di tengah-tengah, membangun berarti membangkitan atau menggugah, dan karsa diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi maknanya adalah seseorang ditengah kesibukannya juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Karena itu peran pendidik atau guru sebagai fasilitator harus mampu memberikan fasilitas belajar untuk siswa berdasarkan apa yang siswa dapat kerjakan dan berdasarkan dengan apa yang guru bisa bantu. Seorang guru juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi dalam lingkungan belajar dengan menciptakan suasana yang lebih kodusif untuk mencapai tujuan belajar. Jika seseorang terancam tidak mau belajar maka pengetahuannya akan mengeras menjadi batu, oleh karena itu manusia dibekali oleh Tuhan dengan akal dan kemampuannya harus memanfaatkan dengan baik salah satunya adalah belajar, berdoa, beribadah, dan melakukan kegiatan-kegiatan positif serta bermanfaat untuk dirinya dan lingkungannya.
Pada tahun 400 sebelum Masehi seorang Konfusius yang merupakan guru agung yang berasal dari dataran Tiongkok dikenal dengan ajarannya yang syarat akan moralitas atau kebajikan sebagai landasan utama untuk menjalani kehidupan yang harmonis. Selama hidupnya mengabdikan diri pada kegiatan belajar mengajar. Ia sangat menyukai belajar dan Ia belajar sejak kecil hingga akhir hayatnya. “Tell me, and I will forget. Show me, and I may remember. Involve me, and I will understand” yang artinya “Katakan kepada saya, maka saya akan lupa. Tunjukan kepada saya, saya mungkin akan ingat. Libatkan saya, maka saya akan mengerti”. Hal tersebut memberikan suatu maksud bahwa seorang pendidik atau guru harus melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar mengajar agar siswa dapat memahami pembelajaran. Dalam belajar harus semantic, siswa harus memahami dengan mencari tahu secara langsung atau melibatkan diri dalam proses belajarnya. Ingat bahwa membimbing adalah memberdayakan, jadi jangan ciptakan ketergantungan. Apabila siswa pasif di kelas maka lama kemudian aktivitas siswa akan sangat bergantung kepada gurunya. Oleh karena itu sudah saatnya paradigma pendidikan di Indonesia mulai harus menerapkan pembelajaran yang berpusat pada aktivitas siswa (student centered).

Satu hal lagi yang tidak boleh luput dari perhatian adalah bahwa anak pada saat mengikuti proses pembelajaran di kelas hendaknya guru menciptakan suasana yang senang dan nyaman, ini akan berakibat mudahnya siswa untuk mengikuti pembelajaran sehingga hasil yang dicapai akan maksimal. Tidak mungkin apabila siswa belajar di bawah tekanan maka hal itu akan berakibat siswa menjadi tidak nyaman dalam belajar. Maka saatnya kreativitas guru mulai dibutuhkan untuk mengkondusifkan suasana kelas sehingga tercipta kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan yang akan menjadikan semua menjadi terasa nyaman. 

Sumber: 
http://powermathematics.blogspot.com/2015/03/referensi-berbagai-teori-belajar-dan.html#more
http://etec.ctlt.ubc.ca/510wiki/vygotsky%27s­_zone_of_proximal_development

Oleh: 
Awal Nur Kholifatur Rosyidah
14712251021
Pendidikan Dasar Konsentrasi Praktisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar