Total Tayangan Halaman

Senin, 30 Maret 2015

Pembelajaran Matematika Pengurangan Bilangan Bulat
Melalui Permainan Tradisional Congklak 
dengan Peningkatan Nilai Kejujuran
dan Berani Mengambil Keputusan pada Siswa SD

Dengan mengambil sisi baik dari proses belajar mengajar di sebuah SD di Jepang melalui VTR (Voice Tape Recorder) pada mata kuliah Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar hari Rabu, 25 Maret 2015, berikut adalah paparan untuk mengembangkan proses belajar mengajar sejenis sesuai dengan konteks budaya lokal (Jawa, Indonesia). Saya mengkaji pada sebuah jurnal pendidikan sebagaimana sumber belajar yang insyaallah dapat dimanfaatkan.

Pengurangan bilangan bulat merupakan salah satu materi yang tergolong sulit bagi sebagian besar siswa di kelas rendah, terutama hasil pengurangan bilangan bulat negatif. Pembelajaran materi pengurangan bilangan bulat, guru tidak menanamkan konsepnya dengan menggunakan model yang nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa. Padahal banyak sekali benda-benda di lingkungan siswa yang dapat digunakan untuk mempelajari pengurangan bilangan bulat. Kenyataan guru hanya menggunakan soal-soal yang ada di dalam buku pegangan siswa dan sangat abstraks sekali. Serta guru sering memulai dengan definisi, sifat-sifat dan diakhiri dengan pemberian contoh-contoh. Akibatnya siswa tidak biasa mengembangkan nalar, komunikasi, serta pemecahan masalah.
Bermain merupakan salah satu ciri anak usia SD yang dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan. Dengan menginteraksikan permainan ke dalam proses pembelajaran, berarti mengkondisikan siswa belajar sambil bermain sehingga siswa menjadi aktif dan senang dalam belajar. Mengingat pentingnya permainan tradisional untuk menunjang proses pembelajaran maka perlu dieksplorasi lebih jauh permainan tradisional di Indonesia dalam menunjang pembelajaran matematika. Jenis permainan tradisional yang dapat dimanfaatkan sebagai konteks dalam belajar bilangan yang memuat pengurangan bilangan bulat adalah permainan tradisional congklak.
Permainan tradisional congklak membantu siswa memahami konsep bilangan, siswa belajar menyusun strategi agar bisa mengisi sebanyak-banyaknya lubang besar miliknya. Siswa memperhitungkan mana jalan yang paling menguntungkan baginya supaya mencapai kemenangan baginya. Saat memilih lubang mana yang akan diambil, siswa belajar mengambil keputusan dan menanggung resiko atas keputusannya. Melalui congklak siswa belajar tentang konsep pengurangan, siswa bukan hanya belajar berhitung tapi siswa mengasah kemampuan logikanya. Saat permainan congklak selesai, siswa akan menentukan menang dan kalah dengan menentukan selisih atau beda biji congklak yang diperolehnya. Dalam menentukan selisih atau beda tersebut, siswa melakukan aktivitas pembelajaran konsep pengurangan.
Pada permainan ini biji congklak yang digunakan sebanyak 42 biji, jadi masing-masing 3 biji congklak untuk setiap lubang congklak kecil, total lubang pada dakon adalah 16 lubang.
Aktivitas pertama: Bermain Congklak

Siswa diminta untuk bermain congklak dengan teman sekelompoknya. Selanjutnya, melalui aktivitas bermain congklak tersebut siswa dapat menemukan konsep selisih, yaitu pada saat bermain mereka menjumpai kejadian menang atau kalah. Siswa dapat menyatakan bahwa kalah adalah kejadian biji congklak yang diperoleh lebih sedikit dari pada biji congklak yang diperoleh lawan main, sedangkan menang adalah kejadian biji congklak yang diperoleh lebih banyak dari pada biji congklak lawan main, yang merupakan representasi pengurangan bilangan bulat. Sehingga guru dapat mengeksplorasi hasil permainan tersebut untuk membimbing siswa menemukan konsep pengurangan bilangan bulat yang hasilnya bilangan bulat negatif. 

Selanjutnya siswa dapat menemukan konsep selisih biji congklak sebagai pengurangan bilangan bulat melalui bimbingan guru seperti pada Gambar 2.


Aktivitas 2: Bermain Kartu Congklak
Siswa diarahkan untuk memahami kelompok-kelompok biji congklak dalam suatu kartu congklak yaitu kartu pertama terdiri satu biji congklak, kartu kedua terdiri dua gambar biji congklak, kartu ketiga terdiri tiga gambar biji congklak, kartu keempat terdiri empat gambar biji congklak, kartu kelima terdiri lima gambar biji congklak, sedangkan kartu keenam terdiri enam gambar biji congklak. Siswa bermain kartu congklak bersama teman sekelompoknya seperti pada Gambar 3.


Pada aktivitas 2 ini, siswa mampu menghitung nilai selisih kartu congklak dengan cara memasangkannya dari masing-masing nilai kartu congklak yang sama. Siswa bermain kartu congklak dalam kelompoknya masing-masing, setelah kartu congklak dikocok maka siswa membagikan kartu congklak tersebut maenjadi dua bagian sama banyak yaitu bagian pertama enam kartu congklak dan bagian kedua enam kartu congklak, lalu semua kartu congklak dibiarkan terbuka supaya setiap siswa dalam kelompok melakukan diskusi untuk melakukan pemasanga nilai kartu congklak yang sama, kemudian pada akhirnya mereka mampu menemukan selisih nilai dari kartu congklak seperti terlihat jawaban siswa pada Gambar 4.


Setelah bermain kartu congklak selesai siswa disuruh mengerjakan latihan secara berkelompok dangan teman sekelompoknya masing-masing. Pertanyaan pada latihan ini yaitu suatu pertanyaan untuk menentukan selisih nilai kartu congklak yang telah siswa mainkan sebelumnya. Konsep selisih sebagai pengurangan yang tepat terlihat ketika siswa memperlihatkan caranya untuk menentukan selisih, yaitu dengan cara pemasangan kartu congklak yang nilainya sama.

Aktivitas 3: Bermain Kartu Bilangan
Pada aktivitas ketiga ini, siswa bermain kartu bilangan yang disertai angka pada setiap kartu bilangan tersebut, yaitu kartu pertama angka 1, kartu kedua angka 2, kartu ketiga angka 3, kartu keempat angka 4, kartu kelima angka 5, dan kartu keenam angka 6. Setelah bermain kartu bilangan selesai, siswa diberikan latihan yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan pada saat bermain kartu bilangan tersebut. Guru membagikan kartu bilangan kepada setiap kelompok. Siswa bermain kartu bilangan dalam kelompoknya seperti pada gambar 5.


Aktivitas ketiga adalah mengekplor kartu congklak dengan kartu bilangan. Tujuannya adalah agar siswa memahami pengurangan bilangan bulat. Siswa tidak lagi menggunakan biji congklak maupun gambarnya, namun mereka menggunakan angka. Setelah permainan kartu bilangan selesai siswa dapat menyatakan bahwa kalah merupakan representasi dari hasil suatu pengurangan bilangan bulat yaitu bilangan bulat negatif. Setelah melalui aktivitas di atas, beberapa siswa sudah memahami konsep pengurangan bilangan bulat yang hasilnya bilangan bulat negatif.


Pada aktivitas 2, siswa bermain kartu congklak untuk menentukan nilai selisih dari dua kelompok kartu congklak. Sedangkan pada aktivitas 3 dengan permainan kartu bilangan yang merupakan proses pengeksploran dari kartu congklak, tujuannya agar siswa dapat menentukan nilai selisih dari dua kelompok angka-angka.

Aktivitas 4: Bermain Dadu Pengurangan
Melalui aktivitas ke empat ini, siswa dapat melatih pemahaman tentang konsep pengurangan bilangan bulat yang hasilnya bilangan bulat negatif melalui permainan dadu pengurangan. Kemudian guru membagikan dadu pengurangan pada masing-masing kelompok untuk dimainkan dengan teman-teman sekelompoknya seperti pada gambar 7.


Selanjutnya setelah siswa selesai bermain dadu pengurangan, guru membagikan soal latihan tentang pengurangan bilangan bulat yang menggunakan simbol pengurangan secara formal. Setelah siswa mendiskusikan semua hasil yang diperoleh, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk presentasi dan diskusi secara klasikal.
Sementara itu, jika dilihat dari implementasi PMRI di dalam desain pembelajaran ini mencerminkan bagaimana karakteristik RME menjadi dasar pada setiap aktivitas yang dirancang untuk siswa dalam proses pembelajaran pengurangan bilangan bulat yang hasilnya merupakan bilangan bulat negatif. Desain aktivitas dalam pembelajaran tersebut diilhami oleh lima karakteristik RME (Realistic mathematical Education).
Karakteristik RME yang pertama adalah use of context, menggunakan konteks yang sudah familiar di lingkungan siswa. Aktivitas ini bertujuan memberikan masalah situasional kepada siswa yaitu melakukan sendiri pengalaman untuk dapat menemukan konsep pengurangan bilangan bulat yang hasilnya bilangan bulat negatif melalui permainan tradisional congklak. Beberapa aktivitas pembelajaran ditempatkan dalam konteks yang konkret dan familiar bagi siswa. Pada aktivitas pertama, pemahaman siswa terhadap konsep selisih yang merupakan representasi dari konsep pengurangan bilangan bulat dapat dirangsang melalui menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam bermain congklak. Selanjutnya menentukan berapa selisih banyak biji congklak kemenangannya atau kekalahannya yang dialami siswa dari hasil bermain congklak bersama teman sekelompoknya
Pada aktivitas kedua, siswa dapat menemukan dan memahami konsep selisih yang merupakan representasi dari konsep pengurangan bilangan bulat melalui aktivitas pada permainan kartu congklak. Selain itu, siswa juga dapat memahami setiap nilai kartu congklak dan melakukan strategi memasangkan nilai kartu congklak yang sama untuk dapat menentukan selisih nilai kartu congklak dengan lawan mainnya.
Pada aktivitas ke tiga, siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep pengurangan bilangan bulat yang hasilnya bilangan bulat negatif melalui bermain kartu bilangan bersama teman sekelompoknya. Melalui aktivitas ini, selain siswa dapat melakukan pengurangan bilangan bulat dengan konsep selisih, siswa juga dapat melakukan pengurangan bilangan bulat dengan konsep berapa yang diperlukan supaya bilangan pertama sama dengan bilangan yang kedua.
Aktivitas ke empat, siswa dapat menyelesaikan soal-soal pengurangan bilangan bulat yang hasilnya bilangan bulat negatif melalui permainan dadu pengurangan. Hal ini ditujukan pada siswa yang sudah mampu bermain dadu pengurangan dengan teman-teman sekelompoknya, lalu menyelesaikan dengan strategi yang mereka kuasai
Karakter RME yang ke dua yaitu using models and symbols for progressive mathematization, model dan simbol ini digunakan untuk menjembatani antara tahap situsional yang bersifat konkret menuju tahap formal matematis yang bersifat abstrak. Keragaman model dan simbol, serta rancangan aktivitas dimaksudkan untuk membawa pemikiran siswa terhadap pengembangan pengetahuan mereka. Konteks yang digunakan dalam pembelajaran konsep pengurangan bilangan bulat yaitu permainan tradisional congklak.
Kegiatan-kegiatan ini dapat menggiring siswa untuk dapat berfikir tentang model mereka sendiri (model of), misalnya menggunakan model permainan kartu congklak. Setelah itu, siswa dibimbing secara perlahan untuk berfikir menggunakan kartu bilangan sebagai model for yang akan digunakan. Seperti yang dikemukakan oleh Gravemeijer (1994), bahwa model of pada situasi tertentu dapat menjadi model for pada pemahaman yang lebih formal.
Karakteristik RME yang ke empat yaitu interactivity. Proses pembelajaran yang dilakukan siswa bukanlah sebuah proses belajar yang dilakukan secara individu, tetapi merupakan proses pembelajaran yang melibatkan individu lain yang saling berhubungan. Dari segala aktivitas yang dilakukan siswa secara individu kemudian secara kelompok kecil dan selanjutnya secara klasikal. Interaksi antar siswa dan guru yang terjadi di kelas membuat diskusi lebih hidup dan bermakna. Peran guru disini hanya sebagai motivator dan fasilitator yang menghubungkan antar siswa sehingga mereka dapat menemukan konsep pengurangan bilangan bulat yang hasilnya bilangan bulat negatif melalui pengalaman dalam aktivitas yang mereka lakukan sendiri serta dapat mengaplikasikannya untuk menyelesaikan soal-soal pengurangan bilangan bulat yang menggunakan simbol pengurangan secara formal.
Karakteristik yang ke lima yaitu intertwinment, pengaitan materi pelajaran dengan mata pelajaran lain akan membuat siswa semakin bersemangat. Dalam hal ini, siswa selain dapat belajar materi pengurangan bilangan bulat melalui penggunakan konteks berupa permainan tradisional congklak, mereka juga belajar jujur dalam bermain congklak dan belajar menggambar.
Kegiatan dari aktivitas 1 sampai 4 berupa dugaan lintasan pembelajaran atau Hypothetical Learning Trajectory (HLT) yang mengalami proses iterasi meliputi pendesainan, revisi, dan evaluasi ulang. Kemudian dilakukan revisi yang selanjutnya disebut sebagai lintasan belajar atau Learning Trajectory (LT) oleh Muslimin, dkk (2012: 110) digambarkan sebagai berikut:



Daftar Pustaka:
Muslimin, dkk. 2012. Desain Pembelajaran Pengurangan Bilangan Bulat Melalui Permainan Tradisional Congklak Berbasis Pendidikan Matematika Realistik Indonesia di Kelas IV Sekolah Dasar. Jurnal Kreano, ISSN: 2086-2334 Volume 3 Nomor 2 Halaman 100-112 file pdf. Jurusan Matematika FMIPA UNNES.

Review:
Sedikit review saya mengenai proses dan desain pembelajaran pengurangan bilangan bulat melalui permainan tradisional congklak sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah:
1. Mengacu paca pemikiran Jean Piaget (sebagai orang pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajar mengajar) yang berpendapat bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkret ke abstrak berurutan melalui empat tahap periode perkembangan yaitu:
1)      Periode sensori motor (0-2) tahun
2)      Periode pra-operasional (2-7) tahun
3)      Periode operasional konkret (7-12) tahun
4)      Periode operasional formal  (lebih dari 12) tahun
Usia anak Sekolah Dasar berada pada periode operasional konkret (7-12) tahun. Periode ini disebut operasional konkret sebab berpikir logiknya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Sesuai pembelajaran di atas, siswa SD memanipulasi objek berupa congklak dengan cara dipraktikkan langsung dalam bentuk pemainan. Tujuannya untuk mengenalkan konsep pengurangan bilangan bulat. Operasional konkret hanyalah menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik-konkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan dalam mengambil kesimpulan yang logis dari pengalaman-pengamanan yang khusus. Pengerjaan-pengerjaaan logika dapat dilakukan dengan berorientasi kepada objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami anak. Anak itu belum memperhitungkan semua kemungkinan dan kemudian mencoba menemukan kemungkinan mana yang akan terjadi. Anak masih terikat kepada pengalaman pribadi dan pengalaman anak masih konkret, belum formal.
2. Konsep pembelajaran pengurangan bilangan bulat melalui permainan tradisional congklak menekankan pembelajaran yang diarahkan pada proses melibatkan siswa belajar dalam bentuk permainan. Hal ini berarti proses pembelajaran dapat membangkitkan dan membuat siswa senang dalam belajar. Siswa tidak akan merasa jenuh dan cepat bosan akibatnya konsep-konsep pengurangan bilangan bulat akan dapat dipahami dengan baik. Oleh karena itu, prinsip pembelajaran yang diterangkan di atas sudah terkait dengan konsep pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar