Total Tayangan Halaman

Selasa, 17 Maret 2015

Refleksi Perkuliahan 4
                                                                                                            11 Maret 2015

Memaknai Hakikat Pendidikan Untuk Membangun Dunia

Ilmu hakikatnya adalah usaha untuk menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai kenyataan yang terjadi dalam kehidupan. Mengapa manusia diwajibkan menuntut ilmu? Menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap manusia, tua-muda; dewasa-anak-anak semuanya diwajibkan untuk menuntut ilmu. Seperti pepatah mengatakan “Celakalah bagi dia orang yang tidak berilmu”. Ini dapat diambil kesimpulan bahwa orang-orang yang tidak menuntut ilmu tergolong orang yang merugi. Manusia dibekali akal dan pikiran, pada hakikatnya untuk dimaksimalkan, dengan cara apa? Dengan cara menuntut ilmu. Bahkan di dalam agama Islam mengatakan bahwa “Alloh SWT menciptakan manusia dalam keadaan vakum dari ilmu, lalu Alloh SWT memberinya perangkat ilmu agar mampu menggali ilmu dan mempelajarinya.” Karena pada dasarnya keberadaan ilmu memang harus digali, dipelajari, direfleksikan, kemudian diaplikasikan.
Orang yang berilmu apabila tidak mau belajar, tidak mau usaha maka diibaratkan sebagai batu, sudah tidak tahu tetapi tetap diam saja, tidak ada kesadaran untuknya merubah dirinya, tidak mau membekali dirinya dengan pengetahuan. Apabila dirinya mengetahui bahwa kurang berilmu maka segeralah untuk menyadarinya. Karena ilmu sesungguhnya bermanfaat untuk dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungannya. Sebenar-benarnya ilmu maka orang tersebut mampu untuk membedakan mana yang benar-salah (etika), mampu membedakan mana yang baik-buruk (estetika). Dengan catatan semua itu harus dilaksanakan dengan ikhlas hati, tidak ada unsur kepaksaan. Jika kita menuntut ilmu dengan ikhlas, maka segala kesombongan yang ada dalam diri kita akan runtuh. Ibaratnya bongkahan-bongkahan batu yang besar, akan pecah berubah menjadi kerikil, menjadi pasir, kemudian akan mengalir menjadi air yang lama kemudian akan berubah menjadi lautan dan bisa mencapai gunungnya ilmu. Begitu juga cara Prof. Marsigit mengajar kami dalam memberikan materi perkuliahannya. Beliau mempunyai cara jadi tidak hanya melulu materi diberikan pada saat perkuliahan tetapi mahasiswa bisa melaksanakan pembelajaran secara mandiri di luar kegiatan perkuliahan dengan cara membaca postingan baik itu terkait dengan pendidikan, maupun hakikat kehidupan. Kemudian setelah membaca, mahasiswa memberikan komentarnya melalui media blog. Dengan cara yang demikian maka mahasiswa telah mulai untuk membangun ilmunya.
Struktur dunia itu terdiri atas ruang dan waktu. Pribadi-pribadi yang sukses dalam menjalani kehidupannya berarti telah mampu untuk menembus ruang dan waktu. Dengan demikian, maka akan mempunyai sifat sopan dan santun. Sopan dan santun terhadap keberadaannya, maupun sopan dan santun terhadap ruang dan waktunya sendiri. Sopan santun terhadap ruang dan waktu itulah metode yang digunakan untuk menghadapi kehidupan yang ada. Jika sudah demikian maka seseorang tersebut telah dapat berhermenitika terhadap kehidupannya. Telah berdamai terhadap kehidupannya artinya selaras antara apa yang seharusnya dengan apa yang telah dilakukannya.  
Begitu juga dengan dunia pendidikan, setinggi-tingginya ilmu mampu membedakan. Seorang guru pun dituntut mampu membedakan keberadaan kondisi siswanya di kelas. misalkan terdapat 40 siswa. Pastinya antara siswa tidak mungkin mempunyai karakter yang sama, pastilah berbeda antara satu dengan yang lainnya. Lantas bagaimana cara guru menghadapinya? Guru harus mampu mengenal, mengerti, dan memahami semua keberadaan siswanya tersebut, baik itu mengenai sifatnya, cara belajarnya, kebiasan yang dilakukan, sampai pada hal-hal yang disukai maupun tidak disukai siswa. Apabila guru mampu bersikap demikian, maka guru tersebut telah bersikap adil, mampu menembus ruang dan waktunya siswa. Tidak sampai hanya disitu, saat proses pembelajarannya pun seorang guru dalam mentransfer pengetahuannya harus disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa. Mengajarkan matematika kepada usia SD bukanlah menitikberatkan pada matematika murni tetapi lakukanlah matematika itu sebagai kegiatan atau aktivitas. Guru yang bertindak demikian maka guru telah memfasilitasi belajar siswa dengan berbagai metode pembelajaran inovatif disesuaikan dengan tingkat berpikir dan kemampuan siswanya. Ini sebenar-benarnya hakikat konsep dari learning trajectory, yaitu tentang cara bagaimana memahami siswa berpikir dan belajar yang kemudian akan berdampak pada Teaching Trajectory, yaitu tentang bagaimana cara guru membelajarkan siswa dalam proses belajar mengajar. jika itu berhasil dilakukan dengan baik, maka telah dikembangkan proses berpikir HOT (High Order Thinking).
Sebagai tambahan, menurut saya dalam memvariasikan metode hendaknya guru memahami terlebih dahulu karakteristik, sintaks, kelebihan serta kekurangannya. Misalkan, perhatikan antara kooperatif dan kolaoratif. Bila diperhatikan dan andai saya disuruh memilih maka akan lebih mengambangkan metode kolaboratif. Perlu diingat bahwa antara metode kooperatif dan kolaboratif hakikatnya berbeda. Metode kooperatif pelaksanaan dan akibatnya pada proses pendidikan belajar siswa adalah adanya suatu kompetisi antara kelompok satu dengan lainnya, antara kelompok satu dengan lainnya. ini sudah tertanam pada diri siswa bahwa segala sesuatu itu berhak untuk dikompetisikan, harus bersaing. Memang perlu, tetapi kita perlu teliti di sini. Nantinya akan muncul suatu pribadi atau kelompok yang iri hati, cemburu atas keberhasilan lawannya. Memang tidak semuanya demikian, ada beberapa siswa yang mungkin akan termotivasi tapi ini bukan yang mendominasi, anak kecil masih belum mampu membedakan yang demikian. Bandingkan dengan pembelajaran kolaboratif. Kolaboratif lebih menitikberatkan pada sistem berkelompok. Dalam berkelompok maka akan memunculkan rasa kebersamaan, kekompakkan, dan rasa saling mengahargai.

  • Konsep Membangun Dunia

Manusia pada dasarnya di dunia ingin mencari kehidupan yang lebih baik. Untuk mencapai itu, maka perlu diarahkan pada proses yang mengarah pada kebaikan itu sendiri. Pembentukan manusia itu melalui pendidikan atau ilmu yang mempengaruhi pengetahuan tentang dirinya dengan cara silaturahmi kehidupan antar sesama dan melalui agama (hubungan manusia dengan Tuhan).
Konsep kehidupan tidak terlepas dari filsafat, yaitu filsafat ilmu. Filsafat ilmu memberikan patokan kehidupan ke arah yang lebih bijaksana dan kritis. Filsafat akan menjadikan manusia untuk berpikir dan berefleksi secara mendalam untuk menemukan makna kehidupan dunia itu sendiri. Oleh karena itu dalam mengarungi kehidupan maka manusia haruslah senantiasa berusaha, berdoa, dan berikhtiar untuk dapat mencapai apa yang diinginkannya.

Ketika mempelajari filsafat maka mempelajari tentang semua yang ada. Semua yang ada bersifat tetap dan berubah, baik itu yang berada di atas maupun bawah akan saling berhermenitika untuk membangun hidup, terdapat proses saling menerjemahkan dan diterjemahkan. Contohnya: antara pikiran dan tindakan akan saling berinteraksi.

Penggunaan metode belajar yang digunakan guru sesuai dengan kodratnya, haruslah mampu untuk berinteraksi atau berkomunikasi dengan siswa, orang tua, serta lingkungannya. Itu yang dinamakan konsep membangun hidup dengan berhermenitika agar siswa mampu menembus ruang dan waktunya. 
Dalam membangun hidup selain adanya interaksi antara hati dan pikiran maka diperlukan juga dasar agamanya atau spiritualisme. Namun ketika sesuatunya harus berdasarkan agama ini sangat ditentang keras oleh Auguste Comte sorang penganut paham positivisme. Ketika kita melihat terhadap kondisi bangsa Indonesia maka sesungguhnya Indonesia sekarang ini sedang berada antara kehidupan pos modern dimana agama berada pada tingkatan terbawah. Seseorang yang percaya agama dianggap tidak sesuai dengan kehidupan kapitalisme sehingga melahirkan kemunafikan, anomaly, kontradiksi, serta tidak konsisten. Kontradiksi ini yang menjadikan ciri kehidupan di dunia yang sifatnya plural. Jika tidak ada kontrasiksi maka tidak akan hidup. jika semua manusia di muka bumi ini sama karakternya, maka manusia menjadi tidak mampu membedakan. Dunia akan mengalami kehancuran jika manusia sudah mengalami komplikasi, yaitu di dalam diri manusia sendiri mengalami kontradiksi dalam kontradiksi. 


                                                  Gambar: Skema Membangun Dunia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar