“Perlunya Pengetahuan Intuitif dalam
Pendidikan
Rabu, 18 Februari 2015
Kali ini
merupakan kali kedua mahasiswa praktisi mengikuti perkuliahan dengan Prof. Marsigit
di ruang 200B Gedung Pasca lama dengan peserta 8 mahasiswa putri dan 1
mahasiswa putra. Adapun yang saya catat, pada pertemuan ini membahas antara
lain:
1.
Refleksi perkuliahan pada pertemuan sebelumnya
2.
Cerita kehidupan (Hermenitika)
3.
Pengetahuan intuitif
Pertemuan diawali dengan berdoa.
Selanjutnya, beliau memaparkan tentang bagaimana hakikat tentang kehidupan.
Kehidupan (Hermenitika) diperoleh dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari salah
satu nama Dewa yaitu Dewa Hermen. Dewa Hermen menjadi salah satunya dewa yang
bisa mendengar bisikan Tuhan.
Di dalam proses
kehidupan terdapat unsur-unsur, yang dinyatakan dengan bentuk garis diantaranya
melingkar (cycle), garis lurus (linear), dan spiral. Tampak seperti apa yang digambarkan Profesor pada gambar di bawah ini:
· Melingkar (Cycle):
misalkan sekarang hari Rabu, selanjutnya Rabu depan akan dipertemukan kembali. Sekarang
bulan Februari, maka tahun depan akan menemui bulan Februari lagi. Tanpa
fenomena cycle maka tidak ada
kehidupan karena akan dipertemukan lagi dengan kejadian-kejadian sebelumnya.
· Garis lurus (Linear):
misalkan tanggal 18 Februari 2015 itu terjadi hanya sekali, tidak bisa
diulangi. Begitu juga dengan proses kehidupan yang akan terus berjalan tanpa
bisa bertemu lagi dengan yang sebelumnya.
· Spiral: proses kehidupan yang biasanya ada di
bawah dan di atas. Hidup itu idealnya silaturahmi, harus mengenal satu sama
lain.
Jadi, hermenitika merupakan proses
menginteraksikan antara apa yang dipikirkan dengan apa yang dirasakan. Proses
menerjemahkan dan diterjemahkan. Secara orang islam, hermenitika itu adalah
silaturami. Dalam kehidupan terdapat proses silaturahmi, tanpa ada silaturahmi
maka tidak ada kehidupan. Oleh karena itu idealnya kita sebagai manusia harus
bersilaturahmi terhadap sesama, tujuannya untuk membangun hidup.
Membangun hidup
untuk memperoleh ilmu dengan cara yang kreatif. Dalam proses membangun hidup,
tujuannya adalah untuk memperoleh:
1.
Pengetahuan
Pengetahuan akan melahirkan nurani.
2.
Kasih sayang
3.
Intuitif
Intuitif tidak terdefinisi maksudnya tidak dapat
diwakilkan dengan satu atau dua kata, dasarnya adalah pengalaman.
Dalam proses belajar apabila anak sudah kehilangan
intuisinya, maka anak akan kehilangan nuraninya. Apabila nuraninya hilang maka
tidak ada rasa welas asih, tidak ada empati. Itu adalah semacam krisis yang
masih dialami sampai sekarang. Apabila kita kaitkan dengan pendidikan Indonesia
maka guru sebagai fasilitator seyogyanya ketika mengajar menjadikan pengalaman
sebagai landasan atau dasar bukan justru mengajar berlandaskan pada definisi. Hal
ini yang masih perlu dengan segera untuk direvisi total.
Misalkan saja kita ambil contoh
adalah pembelajaran matematika di SD.
Seorang guru SD mengajarkan
matematika mengenai penjumlahan.
Contoh, seperti di bawah ini:
Kondisi
di lapangan sekarang, masih banyak guru yang mengajarkan penjumlahan, langsung
dengan simbol bilangannya (dengan cara atas) matematika formal, ini yang
dinamakan keliru. Karena guru tidak mengenalkan konsep kepada anak. Anak usia
SD (7-12 tahun) menurut teori Piaget sesungguhnya masih berada pada tahap
operasional kongkret. Sebab berpikir logikanya didasarkan atas manipulasi fisik
dari objek-objek. Operasional kongkret hanyalah menunjukkan kenyataan adanya
hubungan dengan pengalaman empiric-kongkret yang lampau dan masih mendapat
kesulitan dalam mengambil kesimpulan yang logis dari pengalaman-pengalaman yang
khusus. Oleh karena itu guru sebaiknya mengajarkannya bermula dari (cara yang
di bawah) dinamakan matematika kognitif. Cara yang seperti ini dinamakan
menerapkan pengetahuan intuitif berdasarkan pengalaman, yang nantinya akan
melahirkan pemahaman yang baik pada siswa.
Perlu dicatat
oleh guru-guru di Indonesia, bahkan kita sebagai calon guru, calon pendidik
yang berkualitas nantinya jadikanlah matematika itu sebagai kegiatan. Idealnya
dalam proses membelajarkan matematika di kelas seorang guru harus bijaksana, harus
mengajarkan berdasarkan pengalaman. Bukan mencontoh pada saat sekarang ini,
yang kebanyakan guru mengajarkan matematika itu berlandaskan pada definisi sehingga
siswa tidak berkembang intuisinya. Dengan kata lain siswa menjadi tidak berkembang
pemahamannya. Karena pada dasarnya konsep belajar adalah membangun hidup,
membangun kasih sayang, membangun pengertian, membangun kebersamaan, membangun
tanggung jawab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar hakikatnya adalah
MEMBANGUN. Berikan kesempatan kepada anak untuk aktif mengeksplore pengetahuannya, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.
Perkuliahan yang sangat menginspirasi sekali.
Bertambah lagi pengetahuan saya akan hakikat belajar dan pembelajaran yang
sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar