Total Tayangan Halaman

Selasa, 03 Maret 2015

Refleksi Perkuliahan 2

“Perlunya Pengetahuan Intuitif dalam Pendidikan
                                                                                      Rabu, 18 Februari 2015

Kali ini merupakan kali kedua mahasiswa praktisi mengikuti perkuliahan dengan Prof. Marsigit di ruang 200B Gedung Pasca lama dengan peserta 8 mahasiswa putri dan 1 mahasiswa putra. Adapun yang saya catat, pada pertemuan ini membahas antara lain:
1.    Refleksi perkuliahan pada pertemuan sebelumnya
2.    Cerita kehidupan (Hermenitika)
3.    Pengetahuan intuitif
Pertemuan diawali dengan berdoa. Selanjutnya, beliau memaparkan tentang bagaimana hakikat tentang kehidupan. Kehidupan (Hermenitika) diperoleh dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari salah satu nama Dewa yaitu Dewa Hermen. Dewa Hermen menjadi salah satunya dewa yang bisa mendengar bisikan Tuhan. 
Di dalam proses kehidupan terdapat unsur-unsur, yang dinyatakan dengan bentuk garis diantaranya melingkar (cycle), garis lurus (linear), dan spiral. Tampak seperti apa yang digambarkan Profesor pada gambar di bawah ini:


·    Melingkar (Cycle): misalkan sekarang hari Rabu, selanjutnya Rabu depan akan dipertemukan kembali. Sekarang bulan Februari, maka tahun depan akan menemui bulan Februari lagi. Tanpa fenomena cycle maka tidak ada kehidupan karena akan dipertemukan lagi dengan kejadian-kejadian sebelumnya.
·   Garis lurus (Linear): misalkan tanggal 18 Februari 2015 itu terjadi hanya sekali, tidak bisa diulangi. Begitu juga dengan proses kehidupan yang akan terus berjalan tanpa bisa bertemu lagi dengan yang sebelumnya.
·   Spiral: proses kehidupan yang biasanya ada di bawah dan di atas. Hidup itu idealnya silaturahmi, harus mengenal satu sama lain.  
Jadi, hermenitika merupakan proses menginteraksikan antara apa yang dipikirkan dengan apa yang dirasakan. Proses menerjemahkan dan diterjemahkan. Secara orang islam, hermenitika itu adalah silaturami. Dalam kehidupan terdapat proses silaturahmi, tanpa ada silaturahmi maka tidak ada kehidupan. Oleh karena itu idealnya kita sebagai manusia harus bersilaturahmi terhadap sesama, tujuannya untuk membangun hidup.
Membangun hidup untuk memperoleh ilmu dengan cara yang kreatif. Dalam proses membangun hidup, tujuannya adalah untuk memperoleh:
1.    Pengetahuan
Pengetahuan akan melahirkan nurani.
2.    Kasih sayang
3.    Intuitif
Intuitif tidak terdefinisi maksudnya tidak dapat diwakilkan dengan satu atau dua kata, dasarnya adalah pengalaman.

Dalam proses belajar apabila anak sudah kehilangan intuisinya, maka anak akan kehilangan nuraninya. Apabila nuraninya hilang maka tidak ada rasa welas asih, tidak ada empati. Itu adalah semacam krisis yang masih dialami sampai sekarang. Apabila kita kaitkan dengan pendidikan Indonesia maka guru sebagai fasilitator seyogyanya ketika mengajar menjadikan pengalaman sebagai landasan atau dasar bukan justru mengajar berlandaskan pada definisi. Hal ini yang masih perlu dengan segera untuk direvisi total.
Misalkan saja kita ambil contoh adalah pembelajaran matematika di SD.
Seorang guru SD mengajarkan matematika mengenai penjumlahan.
Contoh, seperti di bawah ini:




                                                   
Kondisi di lapangan sekarang, masih banyak guru yang mengajarkan penjumlahan, langsung dengan simbol bilangannya (dengan cara atas) matematika formal, ini yang dinamakan keliru. Karena guru tidak mengenalkan konsep kepada anak. Anak usia SD (7-12 tahun) menurut teori Piaget sesungguhnya masih berada pada tahap operasional kongkret. Sebab berpikir logikanya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Operasional kongkret hanyalah menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empiric-kongkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan dalam mengambil kesimpulan yang logis dari pengalaman-pengalaman yang khusus. Oleh karena itu guru sebaiknya mengajarkannya bermula dari (cara yang di bawah) dinamakan matematika kognitif. Cara yang seperti ini dinamakan menerapkan pengetahuan intuitif berdasarkan pengalaman, yang nantinya akan melahirkan pemahaman yang baik pada siswa.

Perlu dicatat oleh guru-guru di Indonesia, bahkan kita sebagai calon guru, calon pendidik yang berkualitas nantinya jadikanlah matematika itu sebagai kegiatan. Idealnya dalam proses membelajarkan matematika di kelas seorang guru harus bijaksana, harus mengajarkan berdasarkan pengalaman. Bukan mencontoh pada saat sekarang ini, yang kebanyakan guru mengajarkan matematika itu berlandaskan pada definisi sehingga siswa tidak berkembang intuisinya. Dengan kata lain siswa menjadi tidak berkembang pemahamannya. Karena pada dasarnya konsep belajar adalah membangun hidup, membangun kasih sayang, membangun pengertian, membangun kebersamaan, membangun tanggung jawab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar hakikatnya adalah MEMBANGUN. Berikan kesempatan kepada anak untuk aktif mengeksplore pengetahuannya, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.  

Perkuliahan yang sangat menginspirasi sekali. Bertambah lagi pengetahuan saya akan hakikat belajar dan pembelajaran yang sesungguhnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar